Gaya Hidup ataukah Sampah?

Posting by : Ongki sang jagoan blog on Jumat, 29 Januari 2010

Sampah merupakan hasil buangan dari setiap aktifitas manusia. Volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang atau material yang kita gunakan sehari-hari. Sama halnya dengan sampah yang tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pengelolaan sampah tidak bisa lepas dari pengelolaan gaya hidup masyrakat.

Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup mereka, sangat berpengaruh pada volume sampah. Semakin banyak penduduk beserta kebutuh-kebutuhannya, semakin banyak pula sampah yang ditimbun. Misalnya di kota Jakarta pada tahun 2000 menghasilkan sampah sejumlah 25.700 m3 per hari.  Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah sama dengan 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). Sselain itu sampah dengan volume yang besar terjadi di kota Medan dan bandung. Jadi kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil.

 

Jenis-jenis sampah

Pada umumnya sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah merupakan sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan dan sampah dapur. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng yang tidak dapat terdegradasi secara alami.

Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat dikurangi.

 

Alternatif Pengelolaan Sampah

Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan.Alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat  atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah salah satunya meminimisasi sampah. Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah. Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang. Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya tukang sampah atau pemulung merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu mengubah 85% sampah yang terkumpul dan mempekerjakan 40.000 orang.Secara umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah organik merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan sampah kota. Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah.

 

Sampah B3 (bahan Berbahaya Beracun)

Sampah hasil proses industri biasanya tidak terlalu banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis (sampah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan), tetapi kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya secara kimia. Sampah tersebut memerlukan penanganan, pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah, secara teknis tidak rumit dan rendah pencemarannya bila dibandingkan dengan insinerator. Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Membeli bahan-bahan lain yang dapat di daur ulang merupakan alternatif yang dapat digunakan. Selebihnya harus dikumpulkan dengan hati-hati dan dikembalikan ke pabriknya. Prinsip-prinsip ini dapat diterapkan secara luas di berbagai tempat, seperti di sebuah klinik bersalin India dan rumah sakit umum besar di Amerika.

 

Produksi Bersih dan Prinsip 4R

Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R yaitu:

  • Reduce (Mengurangi)

Sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.

  • Reuse (Memakai kembali)

Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.

  • Recycle (Mendaur ulang)

Sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.

  • Replace ( Mengganti)

Teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidka bisa didegradasi secara alami.

{ 0 Coment... read them below or add one }

Posting Komentar